PENGANTAR I
Tulisan kecil yang anda baca ini merupakan karya tangan saya yang paling awal. Waktu saya kuliah, menulis merupakan hobi yang menarik dan selalu menghantui saya, namun untuk menulis sebuah report yang tuntas, barangkali tulisan inilah yang pertama kali saya hasilkan. Beberapa bulan lalu ketika saya membuka-buka tumpukan karton di kamar, semuanya arsip; tak sengaja saya menemukan tulisan ini, judulnya tak berubah, KO BIKIN KO, seperti awal saya menulisnya pada tahun 2002. Tak ada file-nya, semua sudah rusak. Yang tersisa hanya sebuah bundelan kecil yang tidak terurus.
Saya kemudian bergerak, sadar bahwa bundelan kecil ini merupakan catatan perjalanan berharga yang sedikit demi sedikit mulai pudar di benak saya; harus ada sesuatu yang saya lakukan untuk mempertahankan cerita ini. Tak ada jalan lain kecuali merepro-nya ke dalam komputer, kemudian mengedit ulang tata letaknya. Dengan sedikit sentuhan, tanpa mengurangi substansinya, kata-kata dalam cerita ini masih seperti pertama kali saya menulisnya. Lahirlah cerita KO BIKIN KO; gabungan antara kisah deskriptif dan naratif tentang pengalaman saya yang kala itu masih tercatat sebagai mahasiswa Teknik Pertambangan, Institut Sains dan Teknologi Jayapura (ISTJ-yang kini berganti nama lagi jadi USTJ).
Kisah ini adalah perjalanan saya bersama teman-teman dalam sebuah studi tur ke PT. Gag Nikel dan Pertamina di Sorong pada tahun 2000. Sejauh yang saya ingat, studi tur ini adalah kegiatan besar yang sentimentil. Ketika saya kembali mengingat masa-masa itu, semuanya begitu penuh emosi yang mendalam. Apalagi nasib menentukan saya akhirnya harus mencari jalan hidup yang lain. Saya bukan lagi anak teknik seperti sepuluh tahun lalu. Semua rumus ilmu tambang sudah saya lupakan. Kini saya adalah seorang sarjana hukum. Tapi pengalaman masa lalu tak pernah bohong; masa keemasan saya sebagai anak teknik pernah ada.
Biak, Februari 2010
PENGANTAR II
Syukur Bagimu TUHAN!
Dua tahun sudah cerita ini berlalu. Saya bangga, terus terang, inilah pengalaman paling indah dan terbaik yang pernah saya alami bersama teman-teman seangkatan. Sekaligus ini jadi persembahan kami bagi fakultas tercinta FTM.
Tiga semester sudah saya tak kuliah namun rasa cinta saya pada fakultas apalagi jurusan tak pernah luntur. Saya begitu rindu untuk kembali pada teman-teman. Ingin sekali kami membuat lagi kegiatan besar yang setara dengan Study Tour FTM 2000 lalu; tapi tak pernah kesampaian.
Teman-teman sudah PKL, menyusun proyek akhir kemudian wisuda. Mereka akan menyelesaikan kuliah dalam dua atau tiga semester lagi. Sementara saya masih saja terhalang untuk kembali ke kampus. Kami tak akan berkumpul lagi setidaknya untuk kegiatan besar seperti yang pernah kami buat. Waktu ke depan adalah waktu mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok yang penuh tantangan.
Entah mereka tahu atau tidak, saya sebenarnya sangat bangga pada mereka. Kami satu angkatan, mahasiswa jurusan Teknik Pertambangan D-III Angkatan 1999 atau lebih beken disebut Tambang'99. Betapa mereka sangat berarti bagi saya.
Pada Agustus 2003 nanti, saya kemungkinan telah berada di bawah almamater Universitas Cenderawasih. Tapi sebelum saya pergi, saya ingin meninggalkan satu kenangan bagi mereka. Sebuah tulisan yang akan bercerita bahwa saya pernah pergi ke Pulau Gag, Lapangan Minyak Klamono dan Kilang Kasim Sele. Saya tak sendiri, tapi tampil bersama angkatan yang saya banggakan, angkatan yang akan saya tinggalkan. Semua catatan itu ingin saya tuangkan di sini, sebuah cerita dengan judul “KO BIKIN KO”.
Biarlah KO BIKIN KO bisa membawa mereka kembali ke ketinggian Pit 8, Pantai Kampung Tua sampai Tembok Berlin. Biarlah mereka mengerti bahwa sampai kapan pun persahabatan kami tak akan hilang walau saya tidak bersama-sama mereka lagi. Merekalah yang membuat hidup ini penuh arti. Friend will be friend
Salam Kompak Selalu
Abepura, November 2002
Friend Forever
DICKY "DECKMAN" MENUFANDU
KO BIKIN KO
Dari Sebuah Ide
Akhirnya kami resmi menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknik Jayapura. Masa orientasi kampus walau hanya satu minggu tapi itu sudah cukup buat kami yang tergabung dalam jurusan elit, Teknik Pertambangan. Kami angkatan ke-lima, masuk tahun 1999. Ini kemudian jadi nama beken angkatan yang selalu kami sebut Tambang'99.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijf0-mJYJyo_YiWESBjoIhix99AK3orPqWXO6K8j2GTyYxL1I0KyEdRiVUXEf7to3qmIXUn-ncFazd5WBMmTnid5oHd4RjQ_z3Gqqud_DNF_qyz7qgKd3lWDcKO-riMPzcaBAenhAna6w/s640/Ospek2.jpg) |
Ospek 1999, Kami anak Tambang! |
Karena ospek itu pula kami jadi begitu mencintai jurusan kami dan muncul rasa ingin tahu lebih banyak tentang dunia pertambangan. Ketika suatu sore di bulan Oktober, ide untuk studi tur ke perusahaan pertambangan datang dari beberapa teman. Mereka bermaksud agar kami bisa mengenal dunia pertambangan lebih dekat. Usul ini memang baik sekali dan didukung oleh kami.
Tukar pikiran pun berlangsung dan tanpa buang waktu, panitia kecil langsung dibentuk secara aklamasi. Ferinandus M. Rajagukguk, dipilih menjadi ketua. Dia yang mempunyai ide ini. Ia juga ketua angkatan kami, Tambang '99. Rupanya ia memang pantas jadi ketua. Pertama, ia berasal dari Sorong, tempat di mana tour ini akan diadakan. Ke-dua ia memang punya bakat memimpin yang nyata walaupun posturnya tidak begitu mendukungnya untuk unggul bola-bola atas bila kami main sepakbola.
Kemudian ada Ayub Salamuk, yang terpilih jadi sekretaris. Dia yang kini termasuk dalam nominasi ketua senat FTM dipilih dengan alasan yang tak jauh beda dengan Feri. Anak Teminabuan ini juga dianggap pas karena datang ke STTJ dengan predikat lulusan STM Geologi Tambang Manado. Begitulah komposisi panitia inti. Bendahara belum ditunjuk namun buat kami bukan masalah. Yang jadi masalah berikut adalah peserta. Semula ketua hanya menginginkan pesertanya hanya beberapa orang. Namun rencana tur ini bocor dan dibanjiri oleh semua teman se-angkatan.
Ketika semuanya jelas, kami sepakat untuk melupakannya. Tour baru akan berlangsung pada liburan semester genap tahun 2000. Semua lobi baru akan dijalankan pada semester dua. Ide kecil ini tak disangka akan membawa kami dalam suatu cerita yang sulit dilupakan.
Semester II
Waktu terus bergulir dan semester pertama itupun telah dilalui. Semua teman libur ke orang tua di daerah masing-masing. Liburan usai dan semua teman kembali ke Jayapura dengan ribuan cerita; lebih - lebih soal pergantian millenium baru, kesempatan yang tidak dirasakan oleh banyak generasi.
Sejak Oktober 1999, nama kampus kami berubah; naik kelas dari sekolah tinggi menjadi institut. Akibatnya nama kampus menjadi Institut Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), dengan empat fakultas – FTSP, FTI, FTM, dan FIKOM. FTSP terdiri dari rumpun Teknik Sipil, Arsitektur, Lingkungan, dan Planologi; FTI dipimpin Teknik Mesin, Elektro, dan Manajemen Industri; FTM atau kami adalah Fakultas Teknologi Mineral yang diisi Teknik Pertambangan, Geologi, dan Geodesi. Terakhir FIKOM adalah fakultas ilmu komputer yang membawahi Teknik dan Manajemen Informatika.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_JzhMBzdJ4ir7l0H_qjyBtkIgDz7ormgEJvTGF2N0nYp2kB8NhCV8rEnVRW7DK15YHVvjBUV5MyWaDKI-dFew0iuZrmv2kaSfTLD_HUH0YzlUVUlyVyo-GbU7fh2WaoSk4G9lcOTOwcM/s640/Game4.jpg) |
FTM Game, Kaka L.C. Sohilait (sekarang Sekda Lanny Jaya) sempat jadi komentator |
Di kampus ISTJ, kami bukan lagi mahasiswa baru. Kami mulai membuat beberapa gebrakan untuk membuktikan bahwa kami adalah jurusan elit. Kala itu yang paling menarik adalah FTM GAME 2000, sebuah turnamen bola gawang mini antar jurusan, dari angkatan 1995 hingga kami 1999. Sementara turnamen ini berjalan, kami telah membuka kasus Studi Tour FTM 2000. Persiapan panitia untuk membawa mahasiswa angkatan ’99 mulai dijalankan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjC0sbrk6smXE8XXlhVGFV6u9fXaNvSewsBxcVen_iVC0QeILeD_lVydiOj2INNY2mMt8RAkYYFkCERfY3Pl0cJ_EyFF0CNKhElOhtdljcNV6tn-fw5Hzm-oOgxhBvpf_JiQboXx-58gfo/s640/Game5.jpg) |
Juara I, Dinamit (Yan Laly cs) di final mengalahkan Volcano (Leon Hamadi cs) |
Program ini rupanya sangat tertutup dan hanya diketahui Ketua Senat SMF, Dekan FTM dan PD III-nya. Sebagian besar mahasiswa FTM tidak mengetahui hal ini. Ternyata ini dikarenakan panitia tak ingin ada peserta ilegal, yang tak pernah membantu panitia namun ingin jadi nomor satu bila tim akan berangkat.
Namun di saat-saat penting seperti itu, saya sama sekali tidak bersemangat untuk terlibat dengan teman -teman panitia. Meski dalam panitia saya adalah Wakil Sekretaris. Saya memutuskan tidak ikut tur karena ingin memulihkan kondisi kesehatan yang baru sembuh dari serangan malaria tropika. Bobot saya yang tergolong raksasa hasil liburan di Biak sebelumnya, jatuh drastis dan postur saya waktu itu hampir kurus kering.
Walau saya memutuskan untuk tak ambil bagian dalam tur namun saya tak ingin rencana teman-teman berantakan apalagi sampai gagal. Tak jarang saya melakukan diskusi tiap malam dengan beberapa senior menyangkut tour ini, salah satunya kaka Amos Rumpaidus. Kebetulan kami tinggal di kos yang sama. Mereka sering memberi masukan agar tour ini dapat berjalan lancar.
Ujian semester genap berlalu dan saya tinggal menentukan hari untuk membeli tiket kapal laut dan pulang ke Biak. Namun semua rencana berubah total setelah melihat kerja panitia. Hati saya merasa bersalah dan prihatin dengan keadaan mereka. Akhirnya saya sadar bahwa saya terlalu egois, terlalu memikirkan diri sendiri; jauh dari semboyan dan kekompakan angkatan kami. Saat itu barulah saya mengerti arti kebersamaan dan idealisme angkatan yang selama ini kami terus gembar-gemborkan.
Ketika suatu malam saya bertemu Bench – nama aslinya Syarifuddin Seseray; dia mengungkapkan kalau tim akan berangkat walau persiapannya kurang. Malam itu saya tak bisa tidur, saya terus berpikir, apa yang harus saya perbuat bagi teman-teman. Esoknya, dengan berbesar hati saya hadir dalam rapat yang mereka langsungkan. Hal ini tentu membuat mereka kaget karena mereka tahu, saya orang pertama yang mengundurkan diri dari tur. Ketika kesempatan diberikan kepada saya, saya menceritakan semuanya dan meminta maaf serta berjanji akan ikut dalam study tour. Saya berjanji membuat tour ini sukses.
Begitu luar biasa karena dengan pengakuan dan penyesalan saya, tampak semangat semua teman kembali bangkit. Mereka benar-benar hidup setelah saya kembali. Inilah awal sukses kami ketika waktu keberangkatan kami tinggal dihitung dengan jari.
Satu hal yang membuat tour ini tak terlupakan bagi panitia adalah masalah pendanaan. Jangan mengira panitia punya cukup dana untuk membiayai persiapan tim. Sejak awal sepak terjang kami, semua dana kami tanggung sendiri karena semua proposal kami ke kantor Pemda tidak dijawab. Kalaupun ada, jawabnya pasti, “Tak ada dana bagi kegiatan saudara!” Namun itu bukan halangan besar untuk mengancam apalagi menggagalkan tour ini. Meski saya baru kembali, semua kelemahan tim sudah saya ketahui. Pokoknya rencana tetap jalan terus.
Adalah Kekompakan
Beberapa hari berikutnya, Tim Advance akan berangkat. Dalam Study Tour FTM 2000, kami telah membaginya dalam dua tim yakni Tim Advance dan Tim Study Tour. Tim yang pertama disebut tadi terdiri dari lima orang, yaitu ketua, sekretaris dan tiga teman mahasiswa asal Sorong. Tim dipegang langsung oleh Feri selaku ketua tim. Mereka bertugas mengurus segala sesuatu bagi tim study tour selama kegiatan. Sedangkan tim study tour beranggotakan dua puluh enam orang yang siap berangkat. Tim ini dipercayakan kepada saya. Dan semuanya saya persiapkan sebaik mungkin menjelang keberangkatan kami tanggal 10 Juli.
Tanggal 3 Juli tiba dan dengan KM Umsini, Tim Advance berangkat menuju Sorong. Memo dari ketua langsung saya terima. Isinya, saya diberi tugas mengurus tim study tour. Apapun kerjanya; saya bertanggung jawab atas tim ini sampai dengan tibanya di Sorong. Hari itu saya langsung sibuk mengurus ini dan itu. Apa yang dirasa kurang langsung saya informasikan kepada anggota tim. Pengumuman ganti pengumuman, rapat ganti rapat hingga seminggu berlalu.
Apa yang kami buat tak lain adalah untuk membuat jurusan kami, lebih-lebih fakultas kami, FTM bisa diperhitungkan. Kalau mau jujur, ternyata polanya sangat sederhana. "Kekompakan adalah segalanya", begitu motto kami. Rupanya kerja kami tak sia - sia. Tanggal 7 Juli, pagi - pagi waktu saya muncul di kampus, Pak Hein Manggaprouw dari Rektorat mengantarkan faks dari tim advance kepada saya. Setelah membaca, hati saya kontan mengucapkan Puji Tuhan! Thanks Lord! Isi faks itu adalah kesediaan PT. Gag Nikel untuk menerima kami berkunjung ke site mereka di Pulau Gag.
Ya, saya lalu kumpul teman- teman lagi dan memberitahu informasi ini. Rapat evaluasi dan persiapan terakhir di mana semuanya kami bahas sebelum berangkat. Sekali lagi dalam rapat saya mengingatkan teman-teman, "Kekompakan adalah segalanya!"
Semuanya oke menjelang keberangkatan kami. No Problem! Peserta siap full. Tercatat dua puluh empat mahasiswa dan dua pembimbing siap berangkat. Kas yang nihil membuat kami menggunakan dump truck ke pelabuhan. Ini bukan masalah karena teman-teman dapat memaklumi. Saya sangat salut karena mereka benar-benar bersemangat. Kekompakan yang saya impikan telah mereka tunjukkan.
Perjalanan Ke Sorong
Hari itupun tiba. Senin, 10 Juli 2000. Hari yang ditunggu- tunggu oleh setiap mahasiswa Teknik Pertambangan angkatan '99. Pagi-pagi sekali Tony Burdam sudah memangkas rambut saya, tipis mirip siswa taruna Akmil. Selain rambut gondrong, saya harus menampilkan diri sebagai seorang pemimpin. Kemudian menuju kampus dan dengan hati lega saya dan teman-teman melalui apa yang disebut Acara Pelepasan. Kami rombongan studi tur kebetulan berasal dari dua jurusan, selain kami ada pula kelompok studi tur dari jurusan teknik arsitektur
Jurusan teknik arsitektur ke Biak sedangkan kami ke Sorong. Kami semua dilepas oleh Pembantu Rektor III, Bapak Obed Burwos yang saat itu sempat menggertak seorang mahasiswa arsitektur karena tak bisa duduk diam. Bedanya mereka dengan kami adalah dana operasional yang menurut laporan panitia besarnya sebesar sebelas juta rupiah, sedangkan kami sampai saat itu belum mendapatkan apa-apa.
Jumlah kami yang hanya dua puluh enam tidak seberapa dengan teman-teman arsitektur yang berjumlah delapan puluh orang. Mereka berangkat dengan bis Uncen merk Mercedes Benz sedangkan kami harus menumpang dump truck biru milik Azwar yang disewa dengan harga lima belas ribu rupiah, harga yang tak mungkin disepakati oleh sopir manapun saat itu. Terjadi perbedaan yang luar biasa antara kami dan teman- teman dari arsitektur.
Begitu semua bagasi dinaikkan ke atas truk, kami pamit ke fakultas yang saat itu hanya dijaga oleh Pak Hosea Asmuruf dan Pak Bimo Haryotejo Adinegoro. Kemudian, dalam setengah jam, truk yang cukup berjasa itu telah tiba di pelabuhan Jayapura. Masuk dan langsung ke dermaga tanpa halangan dari siapapun walau sebenarnya surat untuk pihak KPPP Laut baru dibuat dan diserahkan pagi itu ke komandan jaga. Bantuan dari mereka yang bertugas hari itu juga benar-benar mempermudah kami naik ke kapal.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj47F82612XldSGDw3MEk0FMVWOxkMtNKOiuMEWfAs8HQNOGwW9x1npUoG0TJM1dx-ziXd_sesrJk8xYCpgrib-4Ocy6pmRgXZLDXO8tochKGpFdHSetycE98f6kDF36Pp_mvR0r1bfYE4/s640/Ciremai2.jpg) |
KM Ciremai menuju Biak |
Oh ya! KM Ciremai telah sandar di dermaga pukul dua belas siang. Kami naik, begitu dapat tempat dan semuanya beres, tim seluruhnya lantas berkumpul di dek nomor tujuh. “Selamat tinggal Jayapura, kami pergi namun akan kembali!”, itulah kalimat terakhir yang keluar dari mulut kami ketika kami akhirnya berlayar menuju pelabuhan Biak. Tinggal waktu yang menjawab perjalanan kami dari dermaga ke dermaga, pelabuhan ke pelabuhan hingga kami tiba di kota minyak Sorong. Terima kasih Tuhan kalau kami boleh berangkat dengan selamat dari Jayapura.
Dalam perjalanan, saya baru merasakan bagaimana susahnya mengatur banyak orang. Ini karena tidak semua teman punya karakter yang sama. Yang satu bikin ini, yang satu bikin itu. Pokoknya mereka bikin banyak ulah di atas kapal, bahkan tak sedikit yang sudah minum cap tikus di pelabuhan Jayapura. Biarpun begitu saya tak pernah memarahi mereka. Sebab buat saya ini adalah pelajaran agar saya bisa tahu menempatkan diri dalam kelompok yang berbeda sifat dan kelakuan.
Kami berangkat dalam suasana yang benar-benar penuh antusias. Saya tak tahu namun kami bertingkah seolah-olah kamilah pemilik KM Ciremai. Ada Abner, Toni, Yohan, Yan, Alaen, Sany, Richard, pokoknya banyak. Tak ketinggalan dua pendamping kami, Pak Yunan Waromi yang sekarang sudah bekerja di BP Indonesia dan Pak Recky Hindom. Besoknya KM Ciremai tiba di pelabuhan Biak. Tim study tour Arsitektur di bawah komando Jimmy C. Kapisa turun dan disambut oleh mahasiswa Akademi Teknik Biak.
Ada yang terlupa, waktu kami berangkat dari Jayapura, rektor memberi kami dana mendadak walau besarnya hanya satu juta rupiah. Dana mendadak ini kami dapat setelah Pak Yunan ngotot ketemu dengan beliau. Dengan dana ini Rudy Belseran, sang bendahara mengeluarkan sedikit untuk membeli perlengkapan yang masih kurang.
Di Biak kami menyempatkan diri untuk bertemu keluarga masing-masing, dan layaknya di rumah sendiri, saya, Toni, Yohan dan Abner menguasai medan. Hanya dua jam saja kapal sandar kemudian kami bertolak menuju Manokwari.
Kejutan terjadi bagi kami, Kakak Aris Mirino yang cerdik naik dan bergabung dengan tim. Dia jadi orang ke-dua setelah seorang senior kami Ludwina Frabun. Walau mereka mungkin tak tahu namun sebenarnya saat itu banyak suara sumbang keluar dari mulut teman-teman. Kehadiran mereka sungguh tak diinginkan tetapi layaknya mahasiswa yang hormat kepada senior, semua yang diributkan tak pernah terdengar lagi sampai kami tiba di Manokwari.
Studi Tur
Pelabuhan Manokwari telah kami lewati dan pagi menjelang siang, KM Ciremai telah menuju pelabuhan Sorong. Semua anggota bersiap. Kami konfirmasi dengan pihak keamanan dan diberi prioritas turun lebih dulu lewat tangga kelas 1.
Kapal sandar dan dengan jas almamater yang benar-benar menyala, kami turun. Banyak orang heran melihat gaya kami. Ya, Sorong kami tiba! Kami mahasiswa jurusan teknik pertambangan FTM-ISTJ Angkatan '99, peserta Study Tour FTM 2000. Hari itu, 12 Juli 2000.
Kami berkumpul dalam satu tim lalu bertemu tim advance yang terlambat menjemput. Jabat tangan dengan Pak ketua dan teman lainnya. Tanpa basa–basi kami foto bersama dan langsung menuju tempat penampungan.
Saya ingat bahkan mungkin semua teman kalau rumah tempat kami tinggal adalah milik teman kami Dominggus "Mima" May yang terletak di kompleks Pertamina, Kampung Baru. Di situlah kami tinggal sambil menunggu waktu pelaksanaan study tour. Spanduk pun dipasang, bunyinya, " STUDY TOUR FTM 2000 MAHASISWA TEKNIK PERTAMBANGAN ISTJ ". Tak sampai di situ, teman-teman mulai unjuk gigi. Banyak cewek yang diganggu, cari perhatian singkatnya. "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung", di manapun kami berada, kami merasa di rumah sendiri. Tempat tersebut tak terasa asing bagi kami walau kami baru saja tiba.
Dalam beberapa hari, kami melakukan lobi untuk keperluan akomodasi. Banyak proposal diantar ke beberapa perusahaan. Di antaranya ke PT. Usaha Mina, PT. Citra Raja Ampat dan beberapa kantor lainnya. Ada yang sukses, ada pula yang gagal. PT. Usaha Mina yang saat itu masih dalam masalah menolong kami dengan logistik ikan mentah sebanyak lima belas kilogram. Belakangan baru saya mengetahui, orang yang menolong kami dengan ikan itu tak lain adalah om saya sendiri, Yohanes Sanyar, ketua Koperasi Usaha Mina.
Tak lupa panitia mengadakan pengecekan ke kantor pusat PT. Gag Nikel di Kompleks Puncak Arfak. Kami bertemu langsung dengan Pak Boby. Saya lupa jabatannya tapi ia termasuk orang penting. Manejer utamanya, Mr. Warwick Alliston tidak di tempat. Dari beliau panitia mendapat informasi keberangkatan. Tanggal 16 Juli adalah tanggal mainnya. Tapi dengan syarat hanya tiga puluh mahasiswa saja yang boleh menumpang kapal milik perusahaan mutiara.
Perundingan dilakukan dan akhirnya saya dan Pak Yunan yang menyerah. Kami akan berangkat lebih dulu dengan menggunakan speed boat. Sedangkan teman-teman yang lain akan menumpang D'entrachastaeux, kapal milik PT. Cendana Indopearls, sebuah perusahaan mutiara di pulau Batanta yang disewa oleh PT. Gag Nikel bagi kami. Luar biasa!
Pak Yunan dan saya berangkat ke pulau Gag pada tanggal 15 Juli. Hari itu kami bertolak ke Gag menggunakan speed boat berkekuatan 450 PK. "Sumkali Indah", begitulah namanya. Boat yang dinakhodai Bapak Anton Marandof ini jadi satu - satunya alat transportasi andalan perusahaan dari Sorong ke pulau Gag.
Saat bertolak, ikut bersama kami, Bapak Wandosa yang dijuluki "Dokter Mesin", Nikson Soor dari Departemen Environmental, Ir. Eko S.G. dari Departemen Geologi dan ABK abang Jack. Perjalanan ini akan memakan waktu kurang lebih lima jam.
Menjelang siang kami berangkat dengan full speed. Satu per satu pulau kami lalui, diantaranya Jeffman, Batanta, Senapan yang merupakan bagian Kepulauan Raja Ampat. Tapi perjalanan kami mengalami hambatan ketika melewati Tanjung Makoi di pulau Batanta. Salah satu Engine mengalami kerusakan. Kami bergerak dengan kecepatan yang rendah. Bertepatan dengan itu, kami telah dekat dengan pulau Wai, markas PT. Irian Diving. Dengan arahan radio kami singgah dan memperbaiki mesin di pulau itu. Perlu waktu empat jam untuk perbaikan namun ketika semuanya beres, kami dilarang melanjutkan perjalanan karena hari telah senja.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVlN2gbuPoVgu4P8UrwrjZVo948Supq3QooEw24TrSy1TE0XfD-YVWHv1ZdvyDukJQzk9fqujB9R6LM8mbj1TzWvYw0ChwBNufL_q79pC77rlaS38P7gqE9hH-5Znp_8Znd6gmfeAm23g/s640/Way4.jpg) |
Pak Yunan Waromi, ST, di dermaga pulau Wai |
Kami bermalam di situ bersama puluhan wisatawan manca negara. Rupanya pulau itu adalah tempat bagi turis-turis asing yang sedang berlibur. Pantas saja pulau itu dibuat dengan ciri khas tersendiri. Bagi teman-teman yang tidak ikut dalam perjalanan ke pulau Wai, ini merupakan pengalaman tidak mereka dapatkan.
Mentari belum muncul di ufuk timur sewaktu kami akhirnya bertolak menuju pulau Gag. Dengan kekuatan penuh kami bergerak. Sedikit demi sedikit puIau Wai hilang dari pandangan. Yang nampak adalah pulau-pulau lain seperti Waigeo, Pam dan yang lain. Di kejauhan terlihat pulau Gag, pulau yang diperkirakan akan menjadi produsen nikel nomor tiga di dunia bila beroperasi kelak.
Kami tiba di Gag pukul dua belas disambut Maneger Camp, Pak Dicky Luring yang asli Manado. Juga ada Ir. Dan Sesa Rinding, Ir. Stevanus dan staf lainnya. Setiba di base camp, saya diantar ke barak sedangkan Pak Yunan dibawa ke rumah staf.
ltulah awal tibanya kami di pulau Gag. Saya hanya bisa menunggu kedatangan teman-teman yang pagi itu sudah bertolak dari pelabuhan Perikanan Sorong. Keberangkatan mereka juga punya banyak cerita. Abner harus muntah dalam perjalanan, mabuk laut! Padahal menurut teman-teman, sebagai "orang pantai", hal ini sungguh di luar dugaan dan terlalu lucu untuk diingat. Sebelumnya lima belas drum solar harus dipompa sendiri oleh Frans DJ Bonsapia untuk bahan bakar kapal. Teman-teman yang omong besar di darat tiba-tiba sunyi dalam perjalanan.
Dan malam itu sekitar pukul dua belas barulah saya lega ketika lampu kapal telah mendekati dermaga. Ya, teman- temanku telah tiba. Saya, Pak Yunan dan staf PT. Gag Nikel menyambut mereka. Mereka tiba dan giliran saya mengantar mereka menuju barak. Dalam suasana tenang kami mengakhiri hari itu. Tidur, sebab keesokan harinya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Good Night, friends!
Gag Island
Peserta memulai kegiatan tanggal 17 Juli yang diatur sepenuhnya oleh pihak perusahaan. Selama empat hari kami di pulau Gag, kami dilempar ke tiga departemen berbeda, yaitu Departemen Geologi, Lingkungan dan Humas. Untuk memudahkan penerimaan materi, kami dibagi dalam tiga kelompok. Pendamping kelompok I adalah Pak Yunan, kelompok II oleh Pak Recky dan kelompok III didampingi oleh Aris Mirino.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieNWEHO4K5TY7cD3LgBAEmTfwo4ASOIQgYpjhEFSY44hew4Za4jJ5z8NfX_tCtTOn-2A_Pzgug6p8tJeXntHQqDZemw_6whbA6xu8hcYuriCTcuLII1XYIRef3iR7R3kk9jfn6WddpGAw/s640/Team.jpg) |
Kelompok II; Richard, Yohan, Lady, Rina, Abner, Dicky; Alaen, Yan, Toni, Gunawan, Mima (penampakan) |
Saya dipercaya sebagai ketua kelompok II dengan anggota; Anthonius Burdam, Abner Bukorpioper, Alaen Iwanggin, Gunawan Iskandar, Richard Fakdawer, Yan LaIy, Rina Silambi dan Kakak Ludwina "Lady" Frabun. Uniknya kelompok I diisi semuanya oleh teman-teman asal Sorong. Pengelompokan yang saya pikir tidak bagus.
Hari pertama kegiatan kami mulai dari Departemen Lingkungan setelah sebelumnya kami berkenaIan dengan semua staf PT. Gag Nikel. Di Departemen Lingkungan, kami didampingi oleh Ir. Dan Sesa Rinding dan asistennya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia5ZtbnTng2IsNkmroAh4ejGlkD-1CRGO9knK2BZxqHwoVMSmWpOOHf8Nz1622GbQRWYUhvJhZW49I2lmS5eeLxTtNS7LmzKOqAzS_Z7dHc1IUjGwDKcdUlHuXGwNRc7gG1EnuQujMSCw/s640/Environment4.jpg) |
Bersama Ir. Dan Sesa Rinding dan kru; sesaat sebelum naik ke pit |
Awalnya di lab kemudian kami dibawa ke lapangan. Tempat-tempat yang kami kunjungi adalah daerah uji reklamasi, uji erosi, uji penguapan dan pengukuran curah hujan, pengukuran air tanah, pit 8, pit 3, stasiun cuaca Gambir dan terakhir adalah areal composting. Tugas inti Departemen Lingkungan adalah mempersiapkan analisis lingkungan yang akurat agar masalah lingkungan dapat ditanggulangi begitu perusahaan beroperasi kelak. Di akhir kegiatan, kami diajak ke pantai Kampung Tua untuk mandi. Itulah kegiatan di hari pertama.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGMk34m5IvBI1bxBbq9_mIiCF3PVbDdEZEKxDpgfodX0p_5sW2Gag3_ANr2vcaKCP5GQKXaZ72U4YUhbqbbmpeem8XG0LwV0cplJ7iGyOa0TR4TpeVrRigsgaJTObUu291vjW7cvylXyI/s640/Geologi2.jpg) |
Bersama Ir. Eko S.G., dan Ir. Stevanus di workshop pengolahan material |
Hari berikutnya kami dapat giliran di Departemen Geologi. Bersama Ir. Stevanus dan Ir. Eko S.G., kami diajak menerima materi di ruang kerjanya. Mereka menjelaskan kepada kami kondisi geologi pulau Gag secara umum. Selain nikel, pulau ini juga mengandung Magnesium, Ferum (besi) dan Crom meskipun dalam kadar yang tidak seimbang.
Dari ruang kerja, kami menuju core shed, tempat penelitian sampel core nikel yang telah dibor. Kami juga diperkenalkan dengan jenis-jenis mata bor yang digunakan seperti tungsten dan diamond serta alat berat excavator back hoe merk Caterpillar.
Kami rehat untuk makan siang dan selanjutnya mengunjungi pit 5, pit 2 dan pit 4. Di sini kami membandingkan kandungan mineral granierit di setiap pit. Granierit adalah mineral pembawa nikel; ibarat mineral kalkopirit pembawa emas yang ada di Tembagapura. Di pit 5, perbandingannya granierit lebih dominan dari lapisan over burden (tanah biasa), kalau di pit 2 komposisinya berimbang, sedangkan di pit 4 justru lebih sedikit. Tidak lupa kami diijinkan membawa sampelnya. Kegiatan berakhir pukul lima dan kami kembali ke base camp.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1rfeoveDy1S385sZk_RyQcX2ma3yUwk9Z-WQFcvEub9hZ9H0d9sJ1hYIkI0uJeg7tWLt-OrI9h7MwXsBI__dQo_f9x-BRcXQS_3E0bs3zDEnOvweEnI7XgZxrgeodG8tVjMyY5GIrR8I/s640/Humas2.jpg) |
Anak-anak SD di Pulau Gag |
Departemen Humas adalah target hari berikutnya. Di hari itu kami dikawal oleh Miss Helena, seorang nona bule yang ditempatkan di bagian ini. Kegiatan hari ke-tiga berlangsung di perkampungan. Kami berkeliling kampung dan wawancara dengan masyarakat. Pekerjaan mereka kebanyakan adalah petani kelapa. Selain desa Gambir, kami mengunjungi Kampung Tua dan Pantai Paniki.
Kegiatan diakhiri dengan diskusi dengan Miss Helena seputar masalah yang kami dengar dari masyarakat. Dari diskusi ini mungkin dapat dihasilkan jalan keluar yang terbaik yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan bagi warga setempat. Senja datang dan kami kembali ke base camp.
Malam harinya ada ibadah di ruang pertemuan, kebetulan hari Rabu. Teman-teman terlibat tapi saya dengan kondisi badan yang sangat lelah setelah seharian mengikuti kegiatan memilih tidur. Apalagi makan malam yang begitu banyak membuat otak saya benar-benar mati.
Bicara soal makan di perusahaan ini, jangan ragu. Menunya tergolong wah buat ukuran anak kos. Percaya atau tidak, banyak teman yang berat badannya naik selama di pulau Gag. Dan yang lebih menarik lagi, mereka selalu tepat waktu untuk hal yang satu ini. Makan pagi jam 6, sudah ada nasi goreng plus telur dadar. Minumnya silahkan pilih. Ada kopi, susu, Ovaltine sampai sirup. Pokoknya teman-teman kondisi! Tapi sial karena teman-teman macam Richard Fakdawer, Yan Laly, Yohan dan Alaen kadang-kadang harus "patah ayam" dalam menerima materi. Usut punya usut, ternyata mereka terlalu banyak makan.
Kemudian, semua teman mahasiswa tinggal di barak B karyawan. Sedangkan teman-teman mahasiswi ditempatkan di rumah staf yang levelnya setara room single standard. Saya ingat betul, kamar saya adalah kamar nomor 1 bersama Frans DJ Bonsapia. Terletak di sebelah kiri pintu masuk. Kamar ini banyak membawa keuntungan karena selain jaringan ventilasinya bagus, kamar ini selalu diketuk pertama oleh Pak Yunan setiap kali membangunkan kami untuk mandi.
Setiap kali saya dan Frans bangun, yang terlintas di pikiran kami adalah mandi air hangat. Karena jumlahnya terbatas, sebaiknya gerak cepat. Dan saya selalu jadi orang pertama di kamar mandi. Habis mandi saya tinggal tertawa melihat mereka yang bangun terlambat dan cuma kebagian air dingin. Ayub Salamuk punya nasib paling malang, juga teman- teman yang tinggalnya di kamar paling belakang.
Tiap malam sebelum tidur, banyak teman pergi ke kampung. Mereka berdalih cari data yang masih kurang. Sisanya ambil bagian di ruang pertemuan. Di ruang ini ada televisi, bilyar, catur sampai karambol. Teman-teman tinggal menyesuaikan dengan minat dan bakat. Satu hal yang menarik kalau diteliti adalah teman teman yang notabene hard smoker harus irit karena harganya di pulau ini sekitar tujuh ratus rupiah per batang. Normalnya harga rokok adalah tiga ratus rupiah waktu itu.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgClZ6FMkkO-wicmfC99tpswaRyeat5kk2_qzjnTwdsP5sqG0zaNVyvK9LS7QaGZ22XQ48VHh25v1Rx3xIAxW2f2A0Fl8oZ17-NwCGU3SgdIzu13PfCQZbYEV9CmrmAZ7EQQrJmbts9F3g/s640/Bakti3.jpg) |
Penyerahan bantuan buku diterima langsung Pak Kepala Sekolah |
Hari terakhir di pulau Gag kami isi dengan kegiatan bhakti sosial. Pertama kami memberi bantuan buku tulis dan buku pelajaran bagi sekolah dasar di desa Gambir. Kemudian "gerakan reboisasi mendadak" di lereng gundul bekas sebuah ladang. Dan situ kami kembali ke perkampungan untuk membersihkan saluran air yang tergenang. Konon, tempat ini jadi sarang nyamuk. Kami membongkar dua saluran air dan membuangnya ke laut.
Dengan berakhirnya kegiatan ini, kami otomatis telah menyelesaikan semuanya. Tiga hari berada di pulau Gag, kami tinggal tunggu waktu balik ke Sorong. Keberangkatan kami direncanakan malam pukul 20.00 WP dengan kapal yang sama.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuDdujcB5CWkXBjELc0W0vr6ApSyAm68IuQWWQ-z28iiuM83IrmHcnL3ZNVClRWvfkk3SSaM8Re3WkjXEPS16ctB3g-mnFoU2bxAq0P4wprleT9wwUCyMB2CtEaT2eq1QCpcUm2MhRlvo/s640/Piknik.jpg) |
Piknik hari terakhir, Pantai Kampung Tua |
Untuk mengisi waktu, kami piknik ke Kampung Tua. Mandi, main bola, makan kelapa dan foto bersama. Sepulang dari pantai, tanpa banyak bicara kami mempersiapkan dan untuk berangkat. Semuanya selesai melalui suatu acara pelepasan yang lumayan singkat. Jabat tangan dengan semua staf dan kami naik kapal untuk kembali ke Sorong.
Itulah hari-hari indah kami di pulau Gag. Hari penuh kenangan, entah kapan kami akan kembali ke pulau paling barat di Papua itu. Satu yang tak bisa saya lupakan kalau berada di lapangan adalah perasaan berada di padang gurun Texas. Entah tempat itu ada di Amerika sana atau tidak tapi berada di ketinggian jalan menuju pit 8, serasa kami sedang berada di tempat yang lebih pantas dilalui oleh para cowboy. Tanah tersebut memang gersang karena kandungan tanah yang mengandung nikel.
Interlude
Kami tiba dengan selamat esok paginya di pelabuhan Sorong. Kedatangan tim disambut pihak perusahaan yang diwakili oleh Pak Bobby dkk. Selain kami, mereka menjemput Ir. Stevanus dan Miss Helena yang dapat waktu cuti.
Back to base camp! Jumat, 21 Juli ketika kami kembali ke penampungan. Semua kelihatan sangat lelah. Istirahat lagi sambil menunggu waktu pelaksanaan tour berikutnya.
Tapi lain cerita buat Anthonius "Tony" Burdam. Pace pergi ke kantor Pelni, pesan tiket Sorong-Biak. Napi punya rencana pulang sebelum tour usai. Akhirnya malam minggu waktu KM Ciremai sandar, kami satu tim harus melepas dia duluan. Saya lupa alasannya tapi ada yang bilang kalau dia sakit. Penyakit yang kemudian hilang ketika "si ibu" menjemput kedatangannya di Biak.
Pekerjaan lain yang dilakukan adalah check up ke kantor Pertamina DOEP dan Pertamina UP VII. Apakah mereka mau menerima? Ternyata Yes! Direncanakan tour akan berlangsung tanggal 24 Juli. Padahal sebelumnya pihak Pertamina DOEP dan Pertamina UP VII tidak menjawab dan agak keberatan. Dari Jayapura pun kami hanya menyangka akan tour ke pulau Gag saja tetapi karena pihak Pertamina setuju, waktu tour kami bertambah panjang.
Tur Ke Lapangan Minyak Klamono
Waktu menunjukkan pukul delapan ketika kami telah berkumpul di Lido. Tempat yang termasuk kompleks perumahan Pertamina itu jadi tempat menanti jemputan yang akan membawa tim ke lapangan Klamono, satu- satunya lapangan minyak di daratan Sorong dan berada di bawah kontrol Pertamina Unit Daerah Operasi Eksplorasi Produksi (DOEP) Sorong.
Tampak dua bis dari arah lapangan hoki. Semua bersiap dan naik. Sambil menunggu beberapa teman yang lapor ke penjaga, kami berebut tempat duduk. Begitu semuanya oke, kami akhirnya menuju Klamono. Perjalanan makan waktu sekitar tiga jam. Cuaca berawan turut mendukung perjalanan yang panjang itu. Namun rupanya hari itu bukan hari yang baik bagi Feri karena ia mengalami masalah. Sebaiknya anda menanyakan sendiri, mengapa ia harus lari ke sungai siang itu.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsflOuRXQp7xhtQ3TEolZBB88l7Sk8ep1ibH_iqeqUzaACAPBu6EJ7wsOaVMIHmIQiP_k8wrmlCjeWEsmYp7QMUJD_60Ta1P0Et4kEaZ1kitcjySaU9nInde5bhZRc5FITqF_IWNx2AUc/s640/Klamono1.jpg) |
Tim di depan Kantor Pertamina DEOP Klamono |
Hampir siang ketika kami tiba di lokasi. Sementara beberapa teman melapor, kami membuat foto di depan kantorya. Seorang petugas lalu mengantar kami ke Wisma Kasuari di mana Bapak Hans Sowisa telah menunggu kami. Beliau adalah manejer lapangan di situ. Katakanlah ia selevel dengan Pak Dicky Luring di pulau Gag. Wajahnya penuh senyum sewaktu menyambut kami yang siang itu tampak menyala dalam jas almamater. Perkenalan adalah acara pertama, dilanjutkan dengan penjelasan tentang keberadaan Pertamina DOEP dan sejumlah lapangan minyak di Sorong.
Sebelum turun lapangan, ada banyak hal yang dijelaskan terutama menyangkut safety. Begitu semuanya jelas, kami akhirnya berangkat ke lapangan minyak untuk melihat langsung pekerjaan yang sedang dilakukan. Melihat wujud minyak mentah juga adalah yang pertama kali dalam hidup kami. Maka dapat dikatakan bahwa yang absen saat itu benar-benar rugi.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfiXmQ6GZhygVRIQSEajolCfZS7MX-OAKuyGn2sT8Nz7MM-JUqkzbSTAup_noWU9cVrWa1Ckq0oDVCehhhKs-tSVV8F6G5FuItfe63ujY7TE2uzROnkXcjNfBZusAo2EAgWeYIXO4qUD4/s640/Klamono4.jpg) |
Lapangan MInyak Klamono, Bapak Hans Sowisa (putih) menjelaskan sesuatu kepada saya |
Kami tiba di lokasi pengeboran yang memiliki 137 sumur minyak, 67 di antaranya sedang berproduksi sedangkan yang lain sudah ditutup. Kebanyakan adalah peninggalan pemerintah Belanda. Produksi menggunakan system pompa angguk, telah berproduksi sejak 1947 dan diperkirakan masih akan beroperasi lima belas tahun lagi. Di lapangan minyak Klamono terdapat banyak sekali sumur minyak yang tersebar di sisi kiri dan kanan jalan. Masing-masing menunjukan kebolehannya. Ada yang bergerak cepat seperti sepeda balap tapi ada juga yang kalem seperti Putri Solo. Pokoknya masing-masing unjuk kebolehan. Melihat gerakan mereka yang turun naik, pompa-pompa itu seakan-akan sedang memberi salam kepada kami yang datang. Namun yang pasti kerja mereka telah menghasilkan ribuan barrel minyak mentah.
Dari satu satu sumur ke sumur lain, peserta diberi kesempatan melihat wujud minyak mentah. Cairan yang baunya mirip air kencing ini berwama hitam. Hati-hati! Jangan sampai kena pakaian karena deterjen macam Rinso pun tak bisa membersihkannya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQhggYqUt7Zjywt8CKVsBcHZpax62j2cw1YMdI3moZBv52z5VT6DfKbmTBPJBtF6Gectf2j5lA7WRTQh9aRdYGWph6oGLon3Oll303CSO00qVZ9qHnHq8JwEoHeIuhF5m_8VsMsf5finU/s640/Klamono3.jpg) |
Salah satu rig di Klamono |
Tibalah kami di
rig (anjungan pengeboran). Ada Tanya jawab dengan pengawas lapangan, peninjauan ke sekitar lokasi sampai foto bersama. Hampir satu jam kami di lokasi itu kemudian kami kembali ke Wisma Kasuari. Kahadiran kami telah ditunggu sejumlah staf Pertamina DOEP. Hal yang masih kabur dijelaskan oleh mereka sampai peserta paham benar. Ketika kami tak lagi bertanya, suara dari garis belakang membuat semua terkejut. Makan dan istirahat. Di tengah-tengah waktu istirahat, masih ada yang sempat bertanya ke Pak Sowisa. Penampilannya yang khas membuat banyak teman cepat akrab dan selalu ingin bertanya.
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul tiga lebih. Waktunya habis dan kami akhirnya bersiap untuk kembali ke Sorong. Matahari belum tenggelam ketika kami tiba di penampungan.
Tur Ke Kilang Kasim
Tour ke Pertamina UP VII dimulai tanggal 23 Juli, bertempat di ruang rapat utama. Ruang full AC dengan kursi sofa yang sandarannya melebihi kepala sempat jadi rebutan. Semua masuk dan pilih tempat karena hari itu adalah waktu pembekalan sebelum kami berangkat ke Sele.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ5NfrTwtBU0yxlXWJvB1bDK1DcP7saDq9lC0-2IDz7eDEUiyEFClD9ilW2dLLC2WPTgykWpYJMzk5ophur8Wou-ZiRLGwEVaR9QyvPV8Nrmr0UpcXfFiMqbn1se7yOqfmkc18atGjSFo/s640/Presentasi+Kilang+Kasim.jpg) |
Tim bersama Bapak I Nyoman Sueta seusai penyampaian materi |
Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh direktur umum Pertamina UP VII. Beliau menjelaskan keberadaan Pertamina secara umum beserta unit - unitnya. Pertamina UP VII sendiri memiliki tugas pokok untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM.
Pusat pengolahan minyak Pertamina UP VII Sorong terletak di Sele. Kilang pengolahannya bemama Kilang Kasim, berdiri pada bulan Juli 1996 setelah dikonstruksi sejak 26 Februari 1995. Kilang Kasim mulai beroperasi pada Agustus 1996 dengan basil produksi 10.000 barrel per hari. Hasil ini masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan basil produksi unit pengolahan lainnya. Rekor terbesar dipegang oleh Pertamina UP IV Cilacap dengan total 325.000 barrel per hari. Selain itu ukuran kilang yang ideal adalah yang mampu memproduksi lebih dari lima puluh ribu barrel per hari.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgALIBv1GuaKFhNVY_ZR2ZMBAOXdeN30nc6DxWZg8f4i9Wmp7iFU0ll1zY56woFsbwlpD5slGAnRqu-HOGH8p5SyUjePPlguYjuxntx4_xGDhmUHV983mVV-tsvQlUerChCEJMRw8lkbqs/s640/Presentasi2.jpg) |
Pembekalan sebelum berkunjung ke Kilang Kasim Sele |
Hari itu setelah materi pertama selesai, kami dibekali dengan materi proses pengolahan minyak bumi oleh Bapak I Nyoman Sueta. Beliau menyampaikan materi hampir dua jam. Lamanya acara ini membuat sejumlah peserta mulai mengantuk. Di antaranya Richard Fakdawer yang kemudian lebih beken dengan sebutan “Mata AC”. Begitu acara usai, kami lalu toto bersama kemudian diperbolehkan pulang untuk mempersiapkan diri. Tapi teman-teman tak puas. Mereka lalu foto lagi di luar. Salah satu hasilnya adalah sebuah foto terbaik yang pernah saya lihat karena hasilnya benar-benar menyala.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRm-_d04u3zA_yOSWsaD0ZnRYAOPSYtmR1273OHIT8NbQ8miRzbkMHZwRo1Xz7WXDYmHK7z1wOYMctE_Q8iicrU9ff7TlOENd2i6OpZSKsvht-GfFFh-57pPvytGH3cHeRJIH4JKHfaA4/s640/Sele4.jpg) |
Dalam lab, penjelasan teknis pengolahan minyak |
Tour di Kilang Kasim dilakukan esok harinya. Dilarang Membuat Foto! Itulah larangan pertama yang keluar begitu kami masuk dalam lokasi. Kami dibawa menuju ruang operasi (operating room), tempat pengontrol pengolahan. Dari ruang inilah semua kegiatan pengolahan dikendalikan.
Dari ruang ini, kami dibagi menjadi tiga tim. Ada yang langsung ke lapangan, ada yang lab atau tetap di ruang operasi. Kami berkesempatan melihat semua alat di lapangan seperti penampung, disalter, reboiler sampai cerobong flaring gas yang dibakar ke atmosfer. Sedangkan mereka yang berada di lab diberi kesempatan melihat peralatan yang dipakai untuk menguji kualitas minyak ataupun BBM yang sudah jadi. Ada banyak alat yang dipakai untuk menguji kualitas minyak. Sayangnya, kami tak diberi banyak waktu untuk mempelajarinya. Kegiatan berlangsung hanya sampai pukul satu.
Kemudian kami istirahat. Padahal bila diteliti, ada lebih dari sepuluh teknik pengujian minyak beserta alat-alatnya. Walau begitu kami telah diberi gambaran umum bahwa pengolahan minyak bukan pekerjaan yang gampang. Begitu makan siang usai, kami foto bersama dengan karyawan Kilang Kasim dengan latar belakang kompleks pengolahan. Kegiatan berakhir pukul setengah tiga dan kami kembali ke Sorong.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbm9hf1gwm_ydUg91MyflW4OVRnxytp8Yui3Omjx4F8n9J0ejwU-LZt0NaCQWjbCybGA9ydCLFeBxc14bqlAmVq4Q0P3gop2vu9roCSHo1i4QWipD7VR3LSy90XI6Au7aVZZ8MlbYG-lM/s640/Sele1.jpg) |
Kilang Kasim di belakang kami |
Itulah tour terakhir dari rangkaian Study Tour FTM 2000. Usai sudah pertualangan kami. Sukses! Panitia sudah boleh bernapas lega. Semua tersenyum, sungguh suatu pengalaman yang luar biasa dan tak diduga sebelumnya.
Sisi Gelap Bulan
Bila sebelumnya anda telah dibawa untuk mengikuti tour mahsiswa di perusahaan tambang maka kini ikutilah saya melihat sisi lain dari tour ini. Sekilas anda akan menyamakan Sorong dengan Jayapura karena keduanya sama-sama tergolong kotamadya. Tidak! Buang pikiran itu jauh - jauh karena Jayapura masih di atas Sorong. Kota ini memang besar namun letak pusat perbelanjaannya tidak terpusat. Banyak teman- teman mengeluh karena harus naik taksi dari swalayan satu ke swalayan lain. Biar begitu, mereka cukup terhibur karena barang yang dicari mudah didapat.
Begitu tour selesai, banyak teman mengisi waktu dengan jalan-jalan. Selain cuci foto, ada yang belanja dan main game. Swalayan Thio dan Yohan jadi sasaran pada malam hari. Di siang hari, mengunjungi teman dan keluarga atau muncul di pasar Remu. Tembok Berlin juga jadi sasaran. Untuk melepas stress, mereka main game di Thio, berbaur dengan anak - anak kompleks atau makan bakso bahkan ada yang sempat bore cewek.
Pengalaman lain yang masih tak bisa kami lupakan adalah menu "nasi goreng cap tikus" yang luar biasa. Masih ada resep lain namun hanya John Mofu yang tahu. Aris Mirino yang kehadirannya dalam tim sempat diprotes ternyata punya pengaIaman buruk ketika menginjak jualan pedagang ikan asin di pasar Remu.
Selain itu banyak kisah cinta terukir di Sorong. Baik cinta semu sampai janji sehidup semati. Untuk bagian ini nanti anda tanyakan sendiri ke Yohan, Yan, Sany dan Abner. Semuanya jadi kenangan bagi kami.
Dua minggu sudah kami berada di Sorong. Tour telah usai dan tak lama lagi kami akan meninggalkan kota minyak itu. Beda dengan kedatangan, kami boleh pulang ke daerah masing-masing. Kami terpecah menjadi dua jurusan; Nabire-Serui-Jayapura dan Biak-Jayapura. Teman-teman yang berangkat lewat Nabire-Serui menumpang KM Umsini tanggal 29 Juli. Sedangkan sisanya akan berangkat lewat Biak satu minggu kemudian.
Tanggal 29 Juli tiba dan sebagian besar teman telah pesan tiket. Pak Yunan, Frans, Piet Donald, Susi, Rina, John, Richard, Yan, Alaen dan masih banyak lagi sudah bersiap siang itu. Saya hampir menangis ketika lagu “Season of The Sun" milik Westlife jadi pengantar mereka menuju pelabuhan. Mereka naik dan cari tempat begitu KM Umsini sandar. Di saat-saat seperti itu masih ada yang sempat foto bersama. Senja datang, kapal terlepas dan kami saling mengucapkan selamat jalan, sampai ketemu di Jayapura.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoSQfskKPAj_UUNtWFZNrpIr_OYlLN6s04IXHrqS9vvenhqEce66bWVhFcuSvH79RNFVWw-tZylvuCvXSmLromxVQ5J-iVtJ6cyDVTLUdThTAzTwVzXZ5H7V7L656D_tkWshGCSklE-Tg/s640/pulang4.jpg) |
Akhirnya kami yang tersisa boleh pulang |
Seminggu berikutnya, tepatnya 5 Agustus, rombongan terakhir meninggalkan Sorong. Saya, Feri, Yohan, Sanny, Abner, Aris dan Pak Recky. Tak ada tempat, kami tinggal di bawah sekoci No.1, dek 7.
Makan nggak makan, asal kumpul. Saya dan Abner bersyukur bisa pulang setelah rencana keberangkatan dengan KM Dobosolo tanggal 22 Juli dibatalkan akibat Insiden Sorong.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBDVUSAAwMQ1BYEUqHfw1NmEqiBbhs3jyc4is5F9luljRGa0oZl8F9mNzSPDE9Ewe2cxLxQ-Zo8Mcq3XMXC-ysrF_JqfKbsDRxoNZ7iohofhlniEBl2L7JqYArOAix3T-gK2AQ50acsZM/s640/Pulang3.jpg) |
Transit di Manokwari |
Begitulah, kami meninggalkan Sorong pada malam itu dengan gemerlapnya lampu di sekitar pelabuhan. Esok paginya kami masuk di Manokwari dan sorenya kami tiba di pelabuhan Biak. Saya mengucapkan selamat jalan bagi teman-teman yang melanjutkan pejalanan ke Jayapura. Di Biak, saya berlibur sekitar dua minggu kemudian balik ke Jayapura untuk daftar ulang untuk masuk semester III, semester yang nyatanya menjadi semester terakhir saya kuliah di Teknik Pertambangan.
Peserta Tour:
1. Yunan Waromi, ST (Dosen)
2. Drs. Recky Hindom (PD III)
3. Abner Bukorpioper
4. Alaen Iwanggin
5. Anthonius Burdam
6. Aris Mirino (Senior ’95)
7. Ayub Salamuk
8. Christovel Soway
9. Dicky Menufandu
10. Dominggus May
11. Ferinandus Rajagukguk
12. Frans Bonsapia
13. Gunawan Iskandar
14. Hendrik Tandilinting
15. John Mofu
16. Kelly Taime
17. Leo Tanawani
18. Ludia Manibor
19. Ludwina Frabun (Senior ’97)
20. M. Arie
21. M. Azwar
22. Piet Mambay
23. Reinhard Aronggear
24. Richard Fakdawer
25. Rina Silambi
26. Roy Makatita
27. Rudy Belseran
28. Rusdi All
29. Sanny Yonatan
30. Susi Purwati
31. Syarifuddin Seseray
32. Yan Laly
33. Yohan Rumpumbo
Ending
Segudang pujian kami terima begitu tiba di Jayapura menjelang tahun akademik baru. Banyak mahasiswa salut atas kerja kami. Semuanya kami terima, namun lucunya ada yang menyangka kegiatan ini sebagai program HMJ Teknik Pertambangan, enak saja! Hal yang bikin saya tertawa. Karena bukankah ide ini datang dari beberapa anak yang punya pemahaman yang sama. Kita perlu turun ke lapangan untuk melihat langsung, seperti apakah dunia pertambangan itu. Tapi sudahlah, apalah artinya kerja kami tanpa dukungan mereka. Thank You!
Belum lagi ada bantuan dari PT. Freeport Indonesia sebesar Rp. 3.000.000, - yang baru bisa dicairkan pada penutupan Kuliah Lapangan I, bulan Januari 2001. Dana yang sebenarnya diberikan untuk menunjang tour ini. Memang belakangan ini teman-teman terus berangkat ke Jawa namun itu atas nama HMJ. Study Tour FTM 2000 juga telah melicinkan jalan bagi Feri menjadi ketua HMJ Tambang tahun 2001/2002. Kemudian sejumlah nama telah menjadi kandidat ketua senat FTM 2002/2003.
Demikian kilas balik Study Tour FTM 2000, tour terbesar yang pernah kami buat. Cerita yang tak habis-habisnya. Selalu dikenang oleh kami. Kisah tentang petualangan di PT. Gag Nikel, Pertamina DOEP Sorong dan Pertamina UP VII. Tour perdana yang benar-benar luar biasa.
Ditulis pada Tahun 2002, sorry baru sekarang bisa dipublish.....